Selasa, 28 Maret 2017

Kerupuk Tiram dari Alue Naga


Banda Aceh – Tiram, jenis kerang laut ini sering dijumpai di kawasan Alue Naga, Banda Aceh. Bagi warga di kawasan tersebut, mencari tiram sudah menjadi matapencahariannya. Tapi sayangnya, jumlah pendapatan mereka dalam sehari masih di bawah rata-rata.
Kerupuk Tiram Kemasan Modern

Mencari tiram bukanlah hal yang mudah. Jika hari ini mereka mencari tiram, pembelahannya akan dilakukan keesokan harinya selama satu hari penuh. Rata-rata, pendapatan warga Alue Naga pencari tiram ini hanya Rp 32 ribu per dua hari.

Oleh karena itu, Pujo Basuki bersama Muslim Amiren melihat peluang membuat program pemberdayaan masyarakat di sana melalui tiram. Ide awalnya berasal Pujo, Direktur Yayasan Matahari. Ia mengupayakan agar tiram ini tidak dijual secara mentah. Menurutnya, tiram-tiram yang sudah dikumpulkan masyarakat bisa diolah menjadi berbagai macam makanan olahan seperti kerupuk. Dengan begitu, ada nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

“Ke depan kita akan memproduksi kerupuk Tiram siap saji dalam kemasan modern” kata Pujo kepada The Globe Journal.


Pendapatan Warga Rendah

Seorang ibu warga Alue Naga bisa membuat kerupuk tiram ini sebanyak 3-4 kilogram per dua hari. Harga eceran satu kilogramnya mencapai Rp 100 ribu.
Sekelompok Perempuan Pencari Tiram
di Kawasan Sungai Alue Naga



Bahan bakunya seperti tepung, bumbu-bumbu, dan telur diberikan kepada masyarakat oleh Pujo. Sedangkan tiram dan alat membuat kerupuk sudah tersedia di rumah masing-masing.


Produk mereka ditampung, dikemas dan dipasarkan bersama oleh Pujo. Pembayaran ke pengrajin cash setelah dipotong harga bahan baku yang sudah diberikan kepada mereka. Produk kerupuk tiram ini dibungkus dalam kemasan modern yang menarik. Satu kemasannya dijual seharga 15 ribu sampai 25 ribu.

Mereka sanggup memenuhi orderan sebanyak satu ton per bulan. “Kita sekarang terkendala di pemasaran. Kita kan masih baru,” tuturnya.



Promosi Online

Bisnis ini masih membutuhkan promosi yang kencang. Promosinya sudah dilakukan ke luar kota, bahkan internasional. Seperti Medan, Lampung, Jakarta, Semarang, Kalimantan, dan Malaysia.


Promosinya juga dilakukan lewat facebook, OLX, twitter, dan blog. Belanja dapat langsung dilakukan di link berikut;


Pujo mengatakan, inspirasi membuat kerupuk tiram berasal ketika menjemput sekolah anaknya usai mengikuti lomba makan kerupuk. Anaknya yang masih berada di bangku sekolah dasar itu mendapat juara. Ia pun mengajak anak jalan-jalan ke Alue Naga.


Amatannya di Alue Naga, ibu-ibu akan turun ke sungai ketika airnya surut untuk mencari tiram. “Tiram itu nilai ekonomisnya kan tinggi. Apa salahnya kalau dijadiin kerupuk. Maka timbullah ide membuat sentra kerupuk tiram di Alue Naga,” jelasnya.

Menurutnya, kondisi masyarakat Alue Naga sudah kembali kepada kondisi di saat sebelum tsunami pada 26 Desember 2004. Usai tsunami,masyarakat di sana kebanyakan menggantungkan hidupnya atas bantuan tsunami.
Perempuan Alue Naga Mengupas Tiram

Dengan berjalannya waktu, ekonomi masyarakat sudah menurun karena bantuan asing sedikit demi sedikit sudah menyusut. Maka, sekarang masyarakat Alue Naga butuh pemberdayaan untuk peningkatan taraf ekonominya.

Bisnis kerupuk tiram ini sudah dimulai sejak Oktober 2014. Sedangkan produksinya dimulai pada Januari 2015. Untuk menjalankan bisnis tiram ini, Pujo mencari partner. Akhirnya ia menemukan Muslem Amiren, salah satu dosen Unsyiah.



Perhatian Universitas Kuala

Melalui Muslem, ia mendapatkan angin segar karena adanya program pengabdian Universitas Syiah Kuala dengan Dikti. Bersama Muslem, ia meramu ide kerupuk tiram ini yang kemudian diajukan ke Dikti. Alhamdulillah jebol. Bisnis tiram ini pun memperoleh pendanaan dari Dikti.


“Muslem yang mengusulkan, saya yang menjadi mitranya,” paparnya yang didampingi Muslem Amirin di kawasan Tibang, Banda Aceh.

Sekarang, jumlah masyarakat Alue Naga yang menggeluti bisnis ini mencapai 114 orang dari empat dusun di sana. Padahal, target awalnya 40 orang. Namun bertambah karena besarnya minat masyarakat untuk bergabung. Umumnya terdiri dari ibu-ibu rumah tangga.
Sebelum produksi, Pujo mengumpulkan seluruh warga ini untuk dilatih cara membuat kerupuk tiram. Proses pembuatan kerupuk berjalan sesuai dengan dusun masing-masing.

Pembagian orderan kerupuk dibagikan secara berurutan. Saat ada orderan dikasih ke dusun pertama. Ada lagi, dikasih ke dusun kedua dan seterusnya. “Mereka buat di rumah masing-masing. Setelah jadi baru dikumpulkan,” tuturnya.



Pengembangan Bisnis Kerupuk Tiram

Proses Penjemuran Kerupuk Tiram
Karena bisnis ini masih berusia sekitar tiga bulan, produksi kerupuknya hanya akan dilakukan jika ada yang memesan.



Pujo berharap pemasaran kerupuk ini akan lebih lancar lagi ketika hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena urusan birokrasi untuk memasarkan produk keluar negeri menjadi sangat mudah. Ia berharap dukungan pemerintah dan swasta untuk mengembangkan bisnis ini.

Muslem mengungkapkan, kendala utama saat memulai bisnis ini adalah mengubah mindset masyarakat. Sebelumnya, ibu-ibu di sana lebih cenderung duduk-duduk tanpa mengerjakan sesuatu yang berarti. “Saat ini kita tengah mengurus legalitasnya,” tutup Muslem.


Repost http://theglobejournal.com/Ekonomi/gurihnya-kerupuk-tiram-alue-naga/index.php
Gurihnya Kerupuk Tiram Alue Naga
Zulfurqan | The Globe Journal
Senin, 20 April 2015 09:41 WIB


Order Via WA Klik Disini